Rabu, 07 Desember 2011

Aku Masih Diam! Bukan Selamanya Diam!


Diam, itu cara ku untuk tidak mencampuri urusan orang lain, itu juga cara ku untuk bersabar menerima cacian pahit yang selalu kau lontarkan kepada ku, cacian yang tak ada habisnya! kau anggap telinga ini, pikiran ini, hati ini hanya benda yang tak bisa merasa??. 



Aku punya banyak teman, tak kalah banyak dari yang kau punya, bahkan yang ku punya lebih banyak. Sedih, tertawa, termenung dan ejekan sudah menjadi pelengkap dalam kehidupan sosial ku. 

Ya, ejekan. aku punya kekurangan, dan tak sedikit ucapan dari sekian banyak temanku yang menyinggung kekurangan ku, aku terima, karena itu motivasi tersendiri buat ku. Tapi kau! kau beda! rasanya tak kurang dari 100 kali dalam sehari ku mengucap "Persetan Kau!". Kau membuat ku jatuh, sakit, sesak dada ini dipenuhi semua perkataan yang harusnya ku lontarkan tiap kali kau mengejekku, ejekanmu bagai machine gun yang jika menarik pelatuk sekali, dapat mengeluarkan peluru yang banyak.

Kenapa? Kenapa dengan begitu mudahnya kau lakukan semua ini pada orang yang berbeda seperti ku?.

Aku diam, bukan terdiam. Aku menahan, bukan ditahan.

Kau yang tak perlu kusebut namanya. Kau itu ku akui punya andil, punya pengaruh yang besar terhadap orang dilingkungan ku. Tak ada kata yang kau ucapkan menjadi debat. Kau dapat mengatur keadaan. Kau buat mereka dan aku tertawa. Tapi, kenapa terkadang kau bagai setan?. Tanpa kau tau berbedanya diriku ini, kau jadikan aku kelinci eksperimen mu. Ataukah habis bahan lelucon yang kau punya?. Ku rasa tak akan ada habisnya…

Aku diam tak ber-ekspresi. Menghadapi diri mu yang bertopengPersetan dengan kata sahabat yang kau ucapkan pada ku tiap kali ku menolong mu atau aku menemani mu didalam kesepian mu.

Sekali lagi untuk kau yang tak kusebut namanya. Dengarkan dan Camkan teriakan batinku yang melayang dibawa terbang angin malam ini:

“Aku Masih Diam! Bukan Selamanya Diam!”

Aku masih belum puas!

“kau sombong, munafik, ego setan yang kau punya!. Tak lupa, kau itu sebenarnya Bacod. Berlagak seperti Dewa. Sadarlah kau wahai orang yang masih ku terima!”

……….Huft, oke. Sedikit yang baru ku lepaskan.

Sebenarnya tak pernah ku berharap kau berubah, bahkan terpikirkan saja tak pernah. Justru aku lebih suka kau tak ada dalam hidup ku sehari saja. Selamanya juga boleh!. Aku akan berpura-pura menangis dan berdoa untuk kepergian mu.

Jangan anggap aku tak punya hati nurani atas apa yang ku katakana tadi. Jujur, ini setimpal menurut ku.

“Mulutmu harimau mu, yang selalu menerkam kepala ku dan orang lain yang tak ku ketahui. Tapi, harimau mu akan merasakan betapa pantasnya menerkam kepala mu!”